Bukti elektronik memiliki karakteristik yang berbeda dengan bukti konvensional. Bukti elektronik membutuhkan penanganan khusus atau pemeriksaan yang benar, sehingga bukti tersebut tidak rusak dan tidak berubah integritas datanya. Karakteristik bukti elektronik lainnya adalah bersifat rentan (fragile), yaitu mudah diubah, dimanipulasi serta dimusnahkan bahkan mudah disebarluaskan sehingga menimbulkan masalah tentang keamanan data. Menurut UU ITE, bukti elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Agar dapat diterima sebagai bukti yang sah di persidangan, diperlukan pengaturan lebih lanjut terkait teknis dan prosedur perolehannya, proses akuisisi sampai dengan proses pengamanan bukti sehingga terjaga integritas datanya. Meskipun saat ini, bukti elektronik sudah dipergunakan dalam persidangan namun masih banyak ditemui permasalahan baik dari kapasitas aparat penegak hukum dalam proses penanganan bukti maupun dari sisi regulasi tentang tata kelola bukti elektronik termasuk tentang penanganan, pemeriksaan dan penghapusan atau pemusnahan data bukti elektronik.
Agar dapat diterima sebagai bukti yang sah di persidangan, diperlukan pengaturan lebih lanjut terkait teknis dan prosedur perolehannya, proses akuisisi sampai dengan proses pengamanan bukti sehingga terjaga integritas datanya. Meskipun saat ini, bukti elektronik sudah dipergunakan dalam persidangan namun masih banyak ditemui permasalahan baik dari kapasitas aparat penegak hukum dalam proses penanganan bukti maupun dari sisi regulasi tentang tata kelola bukti elektronik termasuk tentang penanganan, pemeriksaan dan penghapusan atau pemusnahan data bukti elektronik.