Bukti elektronik memiliki karakteristik yang berbeda dengan bukti konvensional. Bukti elektronik membutuhkan penanganan khusus atau pemeriksaan yang benar, sehingga bukti tersebut tidak rusak dan tidak berubah integritas datanya. Karakteristik bukti elektronik lainnya adalah bersifat rentan (fragile), yaitu mudah diubah, dimanipulasi serta dimusnahkan bahkan mudah disebarluaskan sehingga menimbulkan masalah tentang keamanan data. Menurut UU ITE bukti elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Menurut UU ITE, bukti elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Karakteristik bukti elektronik berbeda dengan bukti konvensional. Bukti elektronik membutuhkan penanganan khusus atau pemeriksaan yang benar, sehingga bukti tersebut tidak rusak dan tidak berubah integritas datanya. Karakteristik bukti elektronik lainnya adalah bersifat rentan (fragile), yaitu mudah diubah, dimanipulasi serta dimusnahkan bahkan mudah disebarluaskan sehingga menimbulkan masalah tentang keamanan data.
Karena bukti elektronik memiliki sifat volatility (mudah berubah, hilang, atau rusak), maka penanganan bukti elektronik memegang peranan yang sangat penting dan krusial. Jika penanganan keliru, maka sangat dimungkinkan potensial bukti elektronik yang penting dan semestinya ada menjadi berubah atau bahkan hilang. Untuk itu dibutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak yang tepat untuk melakukan forensik digital terhadap bukti elektronik tersebut, selain personil yang kompeten dan metoda yang tepat dalam penanganan bukti elektronik. Perkembangan teknologi berdampak signifikan terhadap semua lini kehidupan, tak terkecuali penegakan hukum. Perkembangan teknologi juga berimplikasi pada kesiapan kerangka hukum berupa pengaturan terhadapnya, salah satunya adalah kerangka hukum pengaturan bukti elektronik di Indonesia. Pada awalnya, respon hukum terhadap keberadaan bukti elektronik diatur dalam Pasal 26A UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa bukti elektronik sebagai bukti petunjuk. Menyusul Undang-Undang lain yang mengakui keberadaan bukti elektronik sebagai alat bukti. Misalnya, UU No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang (diperbaharui dengan UU no 5 tahun 2018), UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, UU No. 21 tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia, dan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara di Indonesia, sejak itu penggunaan bukti elektronik menjadi hal yang lumrah digunakan dalam persidangan berbagai tindak pidana di Indonesia.
Bukti elektronik memiliki karakteristik yang berbeda dengan bukti konvensional. Bukti elektronik membutuhkan penanganan khusus atau pemeriksaan yang benar, sehingga bukti tersebut tidak rusak dan tidak berubah integritas datanya. Karakteristik bukti elektronik lainnya adalah bersifat rentan (fragile), yaitu mudah diubah, dimanipulasi serta dimusnahkan bahkan mudah disebarluaskan sehingga menimbulkan masalah tentang keamanan data. Menurut UU ITE, bukti elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Agar dapat diterima sebagai bukti yang sah di persidangan, diperlukan pengaturan lebih lanjut terkait teknis dan prosedur perolehannya, proses akuisisi sampai dengan proses pengamanan bukti sehingga terjaga integritas datanya. Meskipun saat ini, bukti elektronik sudah dipergunakan dalam persidangan namun masih banyak ditemui permasalahan baik dari kapasitas aparat penegak hukum dalam proses penanganan bukti maupun dari sisi regulasi tentang tata kelola bukti elektronik termasuk tentang penanganan, pemeriksaan dan penghapusan atau pemusnahan data bukti elektronik. |
Bidang KerjasamaHalaman berisi informasi mengenai kolaborasi dan kerjasama dengan berbagai pihak meliputi pemerintah, korporasi, akademisi, NGO, dan komunitas. ArchivesCategories
All
|